ZAKAT
A. Pengertian Zakat
Zakat adalah salah satu rukun
Islam. Zakat secara bahasa berarti tumbuh dan bertambah. Dan menurut syari’at
berarti sedekah wajib dari sebagian harta. Sebab dengan mengeluarkan zakat,
maka pelakunya akan tumbuh mendapat
kedudukan tinggi di sisi Allah SWT dan menjadi orang yang suci serta disucikan.
Juga bisa berarti berkah, bersih, suci, subur, dan berkembang maju. Dapat kita
ambil kesimpulan bahwa kita sebagai umat muslim telah diwajibkan oleh Allah SWT
untuk mengeluarkan zakat, seperti firman Allah SWT “Dan dirikanlah sholat dan
tunaikanlah zakat dan taatlah kepada Rasul, supaya kamu diberi rahmat”. (QS
An-Nur 56).
Dalam buku lain juga disebutkan,
salah satu tugas ekonomi penting kaum muslimin adalah zakat. Al-Quran
menyebutkan zakat setelah menyebutkan sholat ini menunjukkan betapa pentingnya
masalah zakat karena ia merupakan tanda keimanan seseorang dan modal
keselamatannya.
Dalam ayat yang lain, Allah menjelaskan bahwa orang yang mentaati perintah
Allah khususnya dalam menunaikan zakat, niscaya Allah akan memberikan rahmat
kepada kita dan kita akan dikembalikan kepada kesucian atau fitrah seperti bayi
yang baru dilahirkan ke muka bumi ini atau seperti kertas putih yang belum ada
coretan-coretan yang dapat mengotori kertas tersebut, seperti firman-Nya
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu bersihkan dan
sucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya dosa kamu itu
(menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui” (QS At-Taubah 103).
Zakat itu
wajib dharurah dalam agama. Dan yang mengingkarinya dianggap telah keluar dari
Islam. Imam Shadiq berkata, “Sesungguhnya Allah telah menyediakan bagi para
fuqara harta yang dapat mencukupi hidup mereka di dalam harta orang-orang kaya.
Jika Allah mengetahui bahwa hal itu tidak mencukupi, tentu Allah akan
menambahnya. Mereka menjadi fuqara bukan karena tidak ada bagian dari Allah
untuk mereka, tetapi karena orang-orang kaya itu tidak mau memberikan hak
para fuqara tersebut. Seandainya setiap
orang kaya menunaikan kewajiban mereka, maka para fuqara akan hidup dengan
baik”. Adapun orang-orang yang
berkewajiban mengeluarkan zakat yaitu harus baligh, berakal, dan hartanya milik
penuh.
Makna Zakat Secara Bathiniah
1.
Pengucapan dua kalimat
syahadat merupakan langkah yang mengikatkan diri seseorang dengan tauhid
disamping penyaksian tentang keesaan Al-Ma’bud yakni Allah SWT.
2.
Menyucikan diri dari sifat
kebakhilan.
Sebab kebakhilan termasuk dalam muhlikat (sifat-sifat yang menjerumuskan
ke dalam kebinasaan). Firman Allah SWT, “Ambillah zakat dari sebagian harta
meraka. Dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah
untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketentraman mereka dan Allah
Maha mendengar lagi mengetahui.” (QS. At Taubah: 103)
3.
Mensyukuri Ni’mat.
4.
Mengikis sifat kebakhilan
dari dalam hati serta memperlemah kecintaan kepada harta. Firman Allah SWT,
“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan
kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi
mereka. Sebenarnya kebakhilan itu buruk bagi mereka.”(Q.S. Ali Imran : 180)
5.
Menganjurkan secara tidak
langsung kepada orang lain untuk berzakat atau bersedekah juga.
6.
Mempererat hubungan antara
si kaya dan si miskin.
B.
Macam-macam zakat
Macam-macam zakat secara garis
besar ada dua macam yaitu zakat harta benda atau maal dan zakat fitrah. Ulama
madzhab sepakat bahwa tidak sah mengeluarkan zakat kecuali dengan niat.
a.
Zakat Maal
Maal sendiri menurut bahasa
berarti harta. Jadi, zakat maal yaitu zakat yang harus dikeluarkan setiap umat
muslim terhadap harta yang dimiliki, yang telah memenuhi syarat, haul, dan
nishabnya. Dan syarat-syaratnya diantaranya:
1.
Menurut Imamiyah syaratnya adalah
baligh dan berakal. Jadi, orang gila dan anak-anak tidak wajib mengeluarkan
zakat. Kalau dalam madzhab Syafi’i, berakal dan baligh tidak menjadi syarat.
Bahkan orang gila dan anak-anak, wali mereka harus yang mengeluarkan zakat atas
nama mereka.
2.
Menurut madzhab Syafi’i,
syarat wajib zakat yang kedua adalah muslim. Sedangkan menurut Imamiyah,
disandarkan pada manusia baik muslim maupun non-muslim.
3.
Syarat berikutnya yaitu
milik penuh. Disini berarti orang yang mempunyai harta itu menguasai sepenuhnya
terhadap harta bendanya, dan dapat mengeluarkan sekehendaknya. Maka harta yang
hilang tidak wajib dizakati, juga harta yang dirampas—dibajak dari pemiliknya, sekalipun tetap menjadi
miliknya.
4.
Cukup satu tahun
berdasarkan hitungan tahun qomariyah untuk selain biji-bijian, buah-buahan, dan
barang-barang tambang.
5.
Sampai kepada nishab (ketentuan wajib zakat) ketika harus
mengeluarkan. Setiap harta yang wajib dizakati jumlah yang harus dikeluarkan
berbeda-beda dan keterangan lebih rinci akan dijelaskan nanti.
6.
Orang yang punya utang, dan
dia mempunyai harta yang sudah mencapai nishab. Menurut Imamiyah dan Syafi’i,
jika berhutang maka harus tetap wajib mengeluarkan zakat. Menurut Hambali harus
melunasi hutangnya terlebih dahulu. Menurut Maliki, jika berhutang tetapi
memiliki emas dan perak maka harus melunasi hutang terlebih dahulu. Dan jika
yang dimiliki selain emas dan perak maka tetap wajib zakat. Dan menurut Hanafi,
jika berhutang dimana utangnya itu menjadi hak Allah untuk dilakukan oleh
seorang manusia dan manusia lain tidak menuntutnya seperti haji dan
kifarat-kifaratnya, maka tetap harus berzakat. Tetapi jika berhutangnya itu
untuk manusia dan Allah, serta manusia memiliki tuntutan atau tanggung jawab
untuk melunasinya, maka tidak wajib mengeluarkan zakat kecuali zakat tanaman
dan buah-buahan.
Ulama madzhab sepakat bahwa zakat itu tidak diwajibkan untuk barang-barang
hiasan dan juga untuk tempat tinggal seperti rumah, pakaian, alat-alat rumah,
kendaraan, senjata dan lain sebagainya yang menjadi kebutuhan seperti
alat-alat, buku-buku, dan perabot-perabot. Lalu kemudian Imamiyah juga
mengatakan harta benda yang sudah dicairkan ke dalam emas dan perak tidak wajib
dizakati.
b.
Zakat Fitrah
Zakat fitrah disini berarti juga
zakat badan atau tubuh kita. Setiap menjelang Idul Fitri orang Islam diwajibkan
membayar zakat fitrah sebanyak 3 liter dari jenis makanan yang dikonsumsi
sehari-hari. Hal ini ditegaskan dalam hadist dari Ibnu Umar, katanya
“Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah, berbuka bulan Ramadhan, sebanyak satu
sha’ (3,1 liter) tamar atau gandum atas setiap muslim merdeka atau hamba,
lelaki atau perempuan.“(H.R. Bukhari).
Syarat-syarat wajib zakat fitrah,
yaitu:
1.
Islam
2.
Memiliki kelebihan harta
untuk makan sehari-hari. Ketika Rasulullah SAW mengutus Mu’az ke Yaman, ia
memerintahkan, “Beritahukanlah kepada penduduk Yaman, sesungguhnya Allah telah
mewajibkan kepada mereka zakatyang diambil dari orang-orang kaya dan diberikan
kepada orang-orang fakir dikalangan mereka.” (HR. Jamaah ahli hadits).
Rasulullah SAW juga bersabda. “Barang siapa meminta-mintasedang ia mencukupi
sesungguhnya ia memperbanyak api neraka (siksaan). Para sahabat ketika itu
bertanya “Apa yang dimaksud dengan mencukupi itu?” Jawab Rasulullah SAW, “ Artinya mencukupi baginya
adalah sekedar cukup buat dia makan
tengah hari dan malam hari.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah). Kelebihan
harta yang dimaksud tentu saja bukan barang yang dipakai sehari-hari seperti
rumah, perabotan, dan lain-lain. Jadi tidak perlu menjual sesuatu untuk
membayar zakat fitrah.
Orang yang dibebani untuk
mengeluarkan zakat fitrah adalah:
1.
Orang yang dibebani untuk
mengeluarkan zakat fitrah itu muslim yang tua maupun muda. Juga termasuk orang
gila dan wali untuk anak kecil juga.
2.
Orang yang mampu. Menurut
Syafi’i, orang yang mampu adalah orang yang mempunyai lebih makanan pokok untuk
diri dan keluarga pada siang dan malam harinya. Sedangkan menurut Imamiyah,
orang yang mampu adalah orang yang mempunyai belanja untuk satu tahun, untuk
diri dan keluarganya, baik memperolehnya dengan bekerja maupun dengan kekuatan,
dengan syarat ia dapat mengembangkannya.
Jumlah yang harus dikeluarkan
Ulama madzhab bahwa tiap orang wajib mengeluarkan satu sha’ satu gantang
baik untuk gandum, kurma, anggur kering, beras, maupun jagung, dan seterusnya
yang menjadi kebiasaan makanan pokok. Dan setiap gantang diperkirakan 3
kg.
Setiap jenis makanan itu 3 kg,
bisa berupa harga dari jenis makanan yang berlaku umum di suatu masyarakat. Dan
barang yang hendak dikeluarkan untuk zakat fitrah haruslah yang bagus dan tidak
boleh dicampur dengan yang rusak. Yang paling utama adalah memberikan sesuatu
yang lebih baik dan berguna bagi masyarakat setempat.
Waktu wajibnya mengeluarkan
zakat fitrah
Menurut Syafi’i adalah ketika akhir bulan ramadhan dan awal bulan syawal,
artinya pada tenggelamnya matahari dan sebelumnya sedikit dalam jangka waktu dekat pada hari akhir bulan ramadhan. Disunnahkan
mengeluarkannya pada awal hari raya, dan diharamkan mengeluarkannya setelah
tenggelamnya matahari pada hari pertama di bulan syawal, kecuali kalau ada
udzur.
Sedangkan menurut Imamiyah adalah wajib dikeluarkan pada waktu masuknya
malam hari raya, dan kewajiban melaksanakannya mulai dari awal tenggelamnya
matahari sampai tergelincirnya matahari. Dan yang lebih utama dalam
melaksanakannya adalah sebelum pelaksanaan sholat hari raya.
C.
Harta Benda Yang
Wajib Dizakati
Al-Qur’an mengungkapkan tentang
orang-orang fakir, bahwa mereka betul-betul suatu kelompok yang mempunyai hak
bagi harta-harta benda orang kaya, seperti yang di ungkapkan surat Al-Dzariat
ayat 19:
“Dan pada harta-harta mereka, ada
hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat
bagian“
Ayat ini tidak membedakan antara
harta pertanian, pertukangan (pabrik atau buruh), dan perdagangan. Dan tidak
kalah pentingnya zakat adalah salah satu cara untuk membuktikan jihad, yaitu
pengorbanan dengan jiwa raga demi merindukan perjumpaan dengan Allah SWT. Maka dari itu, ulama madzhab mewajibkan
binatang ternak, biji-bijian, buah-buahan, uang dan barang tambang untuk
dizakati. Sementara menurut Imamiyah zakat di wajibkan pada binatang, tanaman
dan mata uang tertentu. Jumlah keseluruhannya ada Sembilan, yaitu: unta, sapi,
dan kambing (dari binatang); hinthah, sya’ir, kurma dan kismis (dari tanaman);
emas dan perak (dari mata uang). Selain dari hal-hal tersebut hanya disunahkan
pada zakat, tidak wajib.
1.
Emas dan Perak
Emas dan perak merupakan logam
mulia yang selain merupakan tambang elok, juga sering dijadikan perhiasan. Emas
dan perak juga dijadikan mata uang yang berlaku dari waktu ke waktu. Islam
memandang emas dan perak sebagai harta yang (potensial) berkembang. Oleh karena
itu, syara’ mewajibkan zakat atas keduanya, baik berupa uang, leburan logam,
bejana, suvenir, ukiran, atau yang lain.
Termasuk dalam kategori emas dan
perak, adalah mata uang yang berlaku pada waktu itu di masing-masing negara. Oleh
karena segala bentuk penyimpanan uang seperti tabungan, deposito, cek, saham
atau surat berharga lainnya, termasuk ke dalam kategori emas dan perak,
sehingga penentuan nishab dan besarnya zakat disetarakan dengan emas dan perak.
Perhitungannya bisa di
sederhanakan seperti, nishab emas = 20 misqol atau 20 dinar, menurut mayoritas
Ulama beratnya 91 23/25 misqol. Nisab perak = 200 Dirham, menurut mayoritas
Ulama = 642 gram. Kadar zakat emas dan perak adalah 2,5%. Semua Ulama fiqih
berpendapat sama dalam hal itu, namun dalam ranah bentuk, Imamiyah, mewajibkan
zakat pada emas dan perak jika ada dalam bentuk uang, tidak wajib dizakati
dalam bentuk batangan atau perhiasan.
2.
Hasil Tambang dan
Tanaman Jahiliyah
Tambang adalah emas dan perak
yang digali dari bumi yang ada sejak semula. Zakatnya adalah 2,5% atau 1/40,
dengan syarat cukup satu nishab, dan tidak di syaratkan sampai haul. Tanaman
jahiliyah adalah emas dan perak yang ditanam atau disimpan manusia sebelum
diangkat Rasulullah SAW. Zakatnya adalah 20%, dengan syarat cukup nishab, dan
tidak di syaratkan haul.
3.
Penemuan benda-benda
terpendam (Rikaz)
Yang dimaksud benda-benda
terpendam disini ialah berbagai macam harta benda yang disimpan oleh
orang-orang dulu di dalam tanah, seperti emas, perak, tembaga, pundi-pundi
berharga dan lain-lain. Para ahli fiqih telah menetapkan bahwa orang yang
menemukan benda-benda ini diwajibkan mengeluarkan zakatnya seperlima bagian
(20%), berdasarkan hadist yang diriwayatkan oleh jama’ah ahli hadis, yang
menyatakan bahwa rikaz itu harus dikeluarkan zakatnya seperlima bagian”. Dan
para ulama sepakat bahwa tidak ada ketentuan tentang batas waktu satu tahun
untuk mengeluarkan zakatnya. Akan tetapi kewajiban itu harus dilakukan pada
waktu itu juga.
4.
Barang Perdagangan
Semua harta benda yang
diperdagangkan apabila memenuhi syarat, wajib dizakati. Dan syarat harta
dagangan supaya wajib dizakati menurut madzhab Syafi’i ada 6 macam :
a.
Harta dagangan itu dimiliki
dengan cara jual beli, bukan dengan warisan.
b.
Harta benda itu diniatkan
untuk diperdagangkan.
c.
Harta benda itu tidak ada
maksud untuk dipakai sendiri.
d.
Berjalan haul satu tahun
semenjak memiliki barang dagangan itu.
e.
Harta dagangan itu tidak
ditukar menjadi mata uang, emas, dan perak.
f.
Sampai harga barang
dagangan itu di akhir tahun, satu nishab.
Zakat harta dagang itu wajib
menurut empat madzhab, tetapi menurut Imamiyah adalah sunnah[13]. Zakat harta
perdagangan 2,5% atau 1/40. Menurut mayoritas ulama zakat barang dagangan
haruslah uang, tidak boleh benda dari dagangan tersebut.
5.
Makanan Pokok dan
Buah-buahan
Semua ulama madzhab sepakat bahwa jumlah (kadar) yang wajib dikeluarkan
dalam zakat tanaman dan buah-buahan adalah sepuluh persen (10%), kalau tanaman
dan buah-buahan tersebut disiram air hujan atau dari aliran sungai. Tapi
jika air yang digunakannya dengan air irigasi (dengan membayar) dan sejenisnya,
maka cukup mengeluarkan lima persen (5%).[14] Namun menurut Imamiyah, ukuran zakatnya
harus sesuai dengan :
a.
Hasil panen yang
pengairannya dari air hujan dan air sungai secara alami, diluar usaha petani,
maka ukuran zakatnya adalah 1/10.
b.
Hasil panen yang
pengairannya dengan alat seperti timbal atau diesel, maka ukuran zakatnya
adalah 1/20.
c.
Hasil panen yang
pengairannya dengan kedua-duanya, maka ukuran zakatnya adalah 1/10 untuk
setengahnya dan 1/20untuk setengah lainnya.
Adapun syarat zakat makanan
pokok dan buah-buahan menurut Imam Syafi’i ada 3 macam :
a.
Biji-bijian yang menjadi
makanan pokok dan tahan disimpan
b.
Cukup satu tahun yaitu
Ausuq = 653 kg (beras).[16]
c.
Makanan pokok dan buah-buahan
itu milik orang tertentu
Mayoritas ulama fiqih
berpendapat tidak wajib zakat biji-bijian dan buah-buahan kecuali makanan pokok
dan tahan disimpan. Madzhab Syafi’i
berpendapat buah-buahan yang dizakati hanya dua macam, yaitu tamar dan
anggur, sedangkan biji-bijian yang wajib dizakati adalah gandum, beras, kacang
adas, kacang kedelai, dan jagung. Dan juga menurut madzhab Syafi’i tidak wajib
dizakati buah-buahan seperti mentimun, semangka, delima dan lain-lain. Karena
Rasulullah memaafkannya, sesuai dengan hadistnya yang berbunyi :
لَيْسَ
فِي الْخَضْرَوَاتِ صَدَقَةٌ
Dalam sayur-sayuran tidak ada
sedekah/zakat
Hadist tersebut statusnya mursal,
namun menurut Imam Syaukani[17] hadist mursal boleh dijadikan Hujjah, jika di
kuatkan oleh ulama-ulama mujtahid. Hal ini sesuai dengan kaidah yang berbunyi:
وَالْمُرْسَلُ حُجَّةٌ اِذَا اعْتَضَدَّ
بِقَوْلِ أَكْثَرِ أَهْلِ عِلْمٍ وَهُوَ مَوْجُوْدٌ هُنَا
Hadist mursal patut dijadikan
argumentasi, bila dikukuhkan oleh pendapat kebanyakan ahli ilmu, dan hal ini
memang terjadi pada masalah zakat.
Para ahli fiqih sependapat bahwa zakat makanan pokok dan buah-buahan adalah
satu persepuluh (1/10), bila pengairannya tidak membutuhkan biaya banyak
seperti air hujan dan irigasi, dan jika diairi dengan membutuhkan biaya yang
banyak maka zakatnya 1/20, seperti diairi dengan memakai binatang atau mesin. Sesuai
dengan hadist Nabi :
فِيْمَا سَقَطَ السَّمَاءُ
وَالْعُيُوْنُ اَوْكَانَ عَشْرِيَا الْعَشْرِ وَمَا سَقِيَ بِالنَّضْحِ نِصْفُ
الْعَشْرِ (رواه الجماعة)
Menurut jumhur ulama zakat biji-bijian dan buah-buahan wajib dikeluarkan
dari benda biji-bijian dan buah-buahan tersebut, tidak boleh dari benda lain.
Menurut Madzhab Syafi’i bila panen pertama tidak cukup senishab, maka hasil
panen pertama digabungkan dengan hasil panen kedua, jika antara masa panen pertama dengan panen
kedua tidak lebih dari 12 bulan (qomariah), yang menjadi patokan dalam hal ini
adalah masa panennya bukan masa menanam dan menabur benihnya.
Sedangkan menurut Imamiyah, biji-bijian yang wajib dizakati hanya gandum. Dan
buah-buahan yang wajib dizakati hanya kurma dan anggur. Selain yang disebutkan
diatas, tidak wajib dizakati, tetapi sunnah untuk dizakatinya.[18]
6.
Binatang Ternak
Syarat wajib zakat binatang
ternak, telah disepakati oleh ulama madzhab ada beberapa macam :
a.
Binatang yang dizakati itu
adalah unta, lembu, kerbau, kambing yang jinak. Dan mereka sepakat bahwa
binatang seperti kuda, keledai, dan baghal (hasil kawin silang antara kuda dan
keledai) tidak wajib dizakati, kecuali termasuk harta dagang.[19]
b.
Cukup satu nishab.
c.
Milik yang sempurna.
d.
Sampai haul.
e.
Binatang ternak itu
dipelihara.
Nishab dan Ukurannya
a)
Nishab Dan Zakat Unta
5 – 9 ekor : 1 ekor kambing berumur 2 tahun / lebih,
atau 1 ekor domba berumur 1 tahun / lebih
10 – 11 ekor : 2 ekor kambing berumur 2 tahun / lebih,
atau 2 ekor domba berumur 1 tahun / lebih
15 – 19 ekor : 3 ekor kambing
berumur 2 tahun / lebih, atau 2,3 domba berumur 1 tahun / lebih
20 – 24 ekor : 4 ekor kambing
berumur 2 tahun / lebih, atau 4 ekor domba berumur 1 tahun / lebih
25……….dst : Kelipatannya 1 ekor sapi, menurut empat
mazhab, berbeda dengan Imamiyah jika 25 ekor, maka wajib mengeluarkan 5 ekor
kambing. Kalau jumlahnya 26 ekor, wajib mengeluarkan 1 ekor unta yang berumur 1
tahun lebih.
b)
Nisab Dan Zakat Sapi/
Kerbau
30 – 39 ekor : 1 ekor sapi / kerbau umur 1 tahun / lebih
40 – 59 ekor : 1 ekor sapi / kerbau umur 2 tahun / lebih
60 – 69 ekor : 2 ekor sapi / 1 kerbau umur 1 tahun /
lebih
70………dst : Kelipatannya 1 ekor sapi
c)
Nisab Dan Zakat Kambing
40 – 120 ekor : 1
ekor kambing betina berumur 2 tahun / lebih atau 1 ekor domba betina berumur 1 tahun / lebih
121- 200 ekor : 2 ekor kambing betina berumur 2 tahun /
lebih atau 2 ekor domba betina berumur 1 tahun / lebih
201- 399 ekor : 3 ekor kambing betina berumur 1 tahun /
lebih atau 3 ekor domba betina berumur 2 tahun / lebih. Kecuali Imamiyah, jika
301 ekor maka harus mengeluarkan 4 kambing
400………dst : Kelipatannya 4 ekor kambing betina
berumur 2 tahun / lebih atau 4 ekor domba berumur 1 tahun / lebih
7.
Perusahaan dan
Penghasilan
Tidak diperoleh keterangan dari jumhur ulama fiqih tentang zakat dari
berbagai macam perusahaan, seperti pabrik, angkutan darat, laut dan udara, akan
tetapi kongres ulama Islam yang kedua dan muktamar pembahasan hukum Islam yang
kedua tahun 1385 H / 1965 M menetapkan: Segala harta yang dapat berkembang dan
tidak ada nashnya, tidak ada pendapat ahli fiqih tentang hal itu pada masa lalu
yang mewajibkan berzakat, maka hukumnya sebagai berikut :
a. Tidak wajib dizakati
ditinjau dari bendanya, yang dizakati adalah penghasilan bersihnya, ketika
cukup nishab dan haulnya.
b.
2. Kadar zakat dari berbagai
macam perusahaan tersebut adalah 2,5%, seperti zakat perdagangan.
c.
Ketetapan ini sesuai dengan
pendapat sebagian Ulama Maliki, Ibnu Aqil serta Hadawiyah dari golongan syiah.
Penghasilan atau gaji seorang
pegawai negeri maupun swasta seperti : dokter, guru, tukang jahit, direktur dan
sebagainya wajib dizakati. Madzhab yang empat menetapkan tidak wajib zakat
penghasilan seseorang bila tidak sampai senishab dan sempurna haulnya. Tapi
alangkah baiknya pendapat yang mewajibkan zakat pada penghasilan atau gaji yang
sudah diterima walaupun, belum sampai haulnya, boleh diberikan zakatnya di
setiap menerima gaji atau penghasilan tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat
sebagian sahabat seperti Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud serta dari kalangan
tabi’in seperti Azzuhri dan Hasan Al
Bashri. Kadarnya sebanyak 2,5% atau 1/40.
D.
Orang Yang Berhak
Menerima Zakat (Mustahiq Zakat)
Berkenaan dengan mustahiq zakat,
Allah berfirman dalam Surat At-Taubah ayat 60,
sebagai berikut :
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ
وَالْمَسَاكِيْنِ وَالْعَالِمِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِي
الرِّقَابِ وَالْغَارِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللهِ وَابْنِ السَّبِيْلِ
فَرِيْضَةً مِّنَ اللهِ وَاللهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ
“Sesungguhnya sedekah (zakat) itu untuk orang-orang fakir, orang-orang
miskin, para amil (pengurus zakat), para
mualaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang
mempunyai utang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam
perjalanan”.
Berdasarkan ayat diatas, Orang
yang berhak menerima zakat itu ada delapan, yaitu :
1. Fuqara (orang-orang fakir)
Orang fakir menurut syara’ adalah orang yang tidak mempunyai bekal untuk
berbelanja selama satu tahun dan juga tidak mempunyai bekal untuk menghidupi
dirinya dan keluarganya. Orang yang mempunyai rumah dan peralatannya atau
binatang ternak, tapi tidak mencukupi kebutuhan keluarganya selama satu tahun.
Zakat haram hukumnya bagi orang yang mempunyai biaya hidup satu tahun, dan
orang yang memiliki biaya selama setahun wajib mengeluarkan zakat fitrah.
Orang yang mengaku fakir boleh dipercaya sekalipun tidak ada bukti atau
sumpah bahwa ia betul-betul tidak mempunyai harta, serta tidak diketahui bahwa
ia berbohong. Karena pada masa Rasulullah pernah datang dua orang kepada
beliau, yang ketika itu beliau sedang membagi zakat, lalu kedua orang itu
meminta sedekah kepadanya, maka beliau melihat dengan penglihatan tajam dan
membenarkan keduanya, serta bersabda :
“Kalau kamu berdua mau, maka aku
akan memberikannya. Orang yang kaya tidak mempunyai bagian untuk menerima
zakat, begitu juga orang yang mampu untuk bekerja”.
Lalu Rasulullah mempercayai
keduanya tanpa bukti maupun sumpah.
2.
Masakin (orang-orang
miskin)
Jika kata fakir dan miskin
terpisah maka keduanya menunjukkan makna yang sama, yaitu sama-sama orang yang
tidak mampu. Tetapi jika keduanya disebut bersama-sama, maka masing-masing menunjukkan
makna tersendiri. Orang miskin adalah orang yang keadaan ekonominya lebih buruk
dari orang fakir. Namun menurut madzhab Syafi’i, orang fakir adalah orang yang
keadaan ekonominya lebih buruk daripada orang miskin, karena yang dinamakan
fakir adalah orang yang tidak mempunyai sesuatu, atau orang yang tidak
mempunyai separuh dari kebutuhannya. Sedangkan orang miskin ialah orang yang
memiliki separuh dari kebutuhannya.
3.
Para amil (orang-orang yang
mengatur zakat)
Orang-orang yang menjadi amil zakat ialah pengelola zakat yang ditunjuk
oleh Imam atau wakilnya untuk mengumpulkannya dari para pembayar zakat dan
menjaganya, kemudian menyerahkannya kepada orang yang akan membagikannya kepada
para mustahiq. Apa yang diterima oleh para amil dari bagian zakat itu
dianggap sebagai upah atas kerja mereka, bukannya sedekah. Oleh karena itu,
mereka tetap diberi walaupun mereka kaya.
4.
Muallafah qulubuhum (mualaf
yang dibujuk hatinya)
Orang-orang mualaf yang dibujuk hatinya adalah orang-orang yang cenderung
menganggap sedekah atau zakat itu untuk kemaslahatan Islam. Orang-orang yang
dijanjikan hati mereka dan disatukan dalam Islam, untuk mencegah kejahatan
mereka, atau agar mereka mau membantu kaum Muslim dalam membela diri atau
membela Islam. Mereka ini diberi bagian zakat walaupun mereka kaya.
Terdapat perselisihan tentang apakah mualaf ini khusus bagi mereka yang
tidak menunjukkan keislaman mereka, ataukah termasuk juga orang yang
menunjukkan keislaman tetapi diragukan. Yang pasti, Rasulullah telah
menyantuni orang-orang musyrik (yang tidak menunjukkan keislaman) diantaranya
adalah Shafwan bin Umayyah, dan juga orang-orang munafik (yang menunjukkan
keislaman) seperti Abu Sufyan.
5.
Riqab (memerdekakan budak)
Yang dimaksud dengan riqab ialah
budak. Sedangkan kata fi menunjukkan bahwa zakat untuk bagian ini bukannya
diberikan kepada mereka, tetapi digunakan untuk membebaskan mereka dan
memerdekakan mereka. Inilah salah satu pintu yang dibuka oleh Islam untuk
memberantas perbudakan sedikit demi sedikit. Sehingga pada masa sekarang sudah
tidak ada lagi perbudakan.
6.
Gharimin (orang-orang yang
mempunyai utang)
Mereka ini adalah orang-orang
yang menanggung beban utang dan mereka tidak mampu membayarnya. Maka utang
mereka itu dilunasi dengan bagian dari zakat, dengan syarat mereka itu tidak
menggunakannya untuk dosa dan maksiat.
7.
Sabilillah (Jalan Allah)
Sabilillah adalah segala sesuatu
yang diridhai oleh Allah dan yang mendekatkan kepada Allah. Seperti membuat
jalan, membangun sekolah, rumah sakit, irigasi, mendirikan masjid, dan
sebagainya. Dimana manfaatnya adalah untuk kaum Muslim atau selain kaum Muslim.
8.
Ibnu Sabil (orang yang
sedang dalam perjalanan)
Ibnu Sabil adalah orang asing
yang menempuh perjalanan ke negeri lain dan sudah tidak punya harta lagi. Maka
zakat boleh diberikan kepadanya sesuai dengan ongkos perjalanan untuk kembali
ke negaranya.
E.
Khumus
Khumus itu dibahas secara khusus
oleh Madzhab Imamiyah. Khumus adalah membayar satu per lima dari harta benda
yang tersisa selama satu tahun dan juga harta-harta penemuan. Harta-harta yang
dikumpulkan tersebut menjadi hak seluruh umat Islam untuk kemaslahatan hidup
mereka dan Imam yang ada pada masanya, berarti sekarang menjadi milik Imam
Mahdi as afs. Itulah mengapa empat madzhab lainnya tidak membahas secara khusus
hukum tentang khumus.
Surat dalam Al-Qur’an yang
menjadi dalil adanya hukum khumus adalah An-Anfal ayat 41:
“Ketahuilah bahwa sesungguhnya apa saja yang kalian peroleh maka
seperlimanya (khumus) adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak
yatim, orang-orang miskiin dan ibn sabil”.
Imam Musa Al-Kazim menafsirkan ayat ini: Apa yang untuk Allah adalah untuk
Rasul-Nya, dan apa yang untuk Rasul-Nya adalah untuk kami. Demi Allah,
Allah telah memudahkan kami. Allah telah memudahkan rizki orang-orang mu‘min
dengan lima dirham lalu mereka menjadikan satu dirham untuk Allah, Tuhan
mereka, dan memakan empat dirham dengan halal.
Imam Shadiq mengatakan:
“Ketika Allah mengharamkan
sedekah bagi kami, Allah menurunkan khumus bagi kami. Sedekah haram bagi kami,
tetapi khumus adalah hak kami.
Dalam buku Fiqih Lima Mazhab,
dijelaskan bahwa “apa saja yang kalian peroleh” adalah harta rampasan perang.
Imamiyah, menjabarkan harta rampasan perang dalam ayat ini dengan lebih luas
menjadi tujuh macam :
1.
Harta rampasan perang yang
diambil dari negeri perang.
Kalau yang ini semua mazhab sepakat.
2.
Barang tambang, yaitu
sesuatu yang keluar dari bumi, dan lain-lain yang bukan sejenis tanah tapi
mempunyai harta atau nilai, seperti emas, perak, peluru, kuningan,minyak, dll.
Imamiyah berpendapat bahwa yang wajib
dikeluarkan zakat seperlimanya atau 20% ketika sudah seharga dengan emas dua
puluh dinar atau perak dua ratus dirham. Bila belum mencapai harga itu maka
tidak ada kewajiban khumus.
3. Rikaz atau harta
karun yang ditemukan di dalam tanah dan pemiliknya sudah tidak ada dan juga
tidak ada tanda-tanda bekas yang menunjukkan pernah dilakukan pencarian harta
karun oleh pemilik sebelumnya.
Imamiyah, dalam hal ini hukumnya wajib
mengeluarkan khumus bila sudah mencapai jumlah tertentu (nishab). Sedangkan
empat madzhab lainnya tidak mewajibkan zakat khumus.
4. Ghaus, yaitu apa-apa
yang diperoleh dari laut seperti mutiara dan permata.
Imamiyah mengatakan bahwa wajib mengeluarkan zakat seperlimanya bila sudah
mendapatkan harta tersebut seharga satu dinar, dengan catatan telah dipotong
biaya operasional seperti pajak, biaya peralatan, dll.
5. Kelebihan harta yang
dimiliki setelah dikurangi untuk kepentingan belanja dan biaya hidup selama
satu tahun, baik untuk diri sendiri maupun keluarganya, pekerjaan atau lainnya.
Imamiyah dengan tegas mewajibkan mengeluarkan
khumus.
6.
Harta halal yang bercampur dengan harta haram dan
tidak diketahui berpa banyak yang sudah tercampur, juga tidak diketahui dari
siapa datangnya.
Imamiyah mengatakan bahwa hartanya menjadi halal semua bila sudah membayar
khumus walaupun ternyata harta yang haram lebih banyak. Apabila
diketahui jumlah harta yang haram maka dia wajib mengeluarkan sejumlah harta
tersebut. Dan bila permasalahannya adalah jumlahnya yang haram tidak diketahui
sedangkan dari siapa datangnya diketahui maka wajib memberikan khumus tersebut
kepada orang tersebut dengan cara baik-baik.
7.
Dan yang terakhir adalah
orang kafir dzimmi (berada di bawah lindungan pemerintahan Islam dan terikat
dalam perjanjian) membeli tanah kepada orang Islam.
Tidak seperti empat mazhab, Imamiyah membahas
ini juga dan mewajibkan kafir tersebut wajib mengeluarkan khumus.
Penggunaan Harta Khumus
Sayafi’i berpendapat bahwa harta
rampasan perang itu seperlimanya diambil lalu dibagi lagi menjadi lima. Satu
untuk Rasul, untuk kemaslahatan dan kebaikan umat. Bagian kedua untuk kerabat
dan keluarga, yaitu keturunan Bani Hasyim, baik yang kaya maupun yang fakir.
Sisanya adalah hak anak-anak yatim piatu, orang miskin dan ibnu sabil, dari
keturunan siapapun, walaupun bukan dari Bani Hasyim.
Lalu Imamiyah, berpendapat bahwa bagian Allah, Rasul, dan kerabat-kerabat
beliau diserahkan kepada Imam atau wakilnya, lalu dipergunakan untuk
kemaslahatan kaum muslimin. Lalu sisanya dibagikan kepada pada keturunan
Bani Hasyim yang yatim, miskin dan Ibnu Sabil.
Mengenai khumus Fiqih Lima Mazhab mengutip pernyataan Al-Sya’rani dalam
buku Mizan, Imam boleh meminta kepada orang-orang yang mempunyai barang
tambang, bila hal itu lebih baik untuk kepentingan baitul maal (kas negara),
khawatir orang-orang yang mempunyai barang tambang itu sangat berlebihan
hartanya sehingga nantinya menuntut kekuasaan dan mereka mengeluarkannya untuk
mengelabui para tentara, yang nantinya dipergunakan untuk merusak. Hal ini
menunjukkan bahwa khumus memang jelas ada baiknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar