Recent Posts

Welcome to My Blog

Senin, 22 Juli 2013

Khutbah Jum'at

KHUTBAH JUM’AT
Khutbah Pertama
BISMILLAAHIR RAHMAANIR RAHIIMI
ASSALAAMU ‘ALAIKUM WA RAHMATULLAAHI WA BARAKAATUHU

INNALHAMDULILLAAH, NAHMADUHUU WA NASTA’IINUHUU WA NASTAGHFIRUHU WA NA’UUDZUBILLAAHI MIN SYURUURI ‘ANFUSINAA WA MIN SYAYYI-AATI A’MAALINAA MAN YAHDILLAAHU FALAA MUDHILLALAHU WA MAN YUDHLILHU FALAA HAADIYALAHU

ASYHADU ANLAA ILAAHA ILLALLAH WAHDAHU LAA SYARIIKALAAHU WA ASYHADU ANNAA MUHAMMADAN ‘ABDUHUU WA RASUULUHUU LAA NABIYYA BA’DAHU

ALLAAHUMMA SHALLI ‘ALAA SYAYYIDINAA MUHAMMADIN WA ‘ALAA AALIHII WA SHAHBIHII ‘AJMA’IIN

FA-UUSHIIKUM WA NAFSII BIT TAQUULLAAH QAALALLAAHU TA’AALA FIIL QUR’AANIL KARIIM A’UUDZUBILLAAHI MINASY SYAITHOONIR RAJIIM, BISMILLAAHIR RAHMAANIR RAHIM YAA AYYUHAL LADZIINA ‘AAMANUU ITTAQUULLAAHA HAQQAA TUQAATIHI WA LAA TAMUUTUNNAA ILLAA WA ANTUM MUSLIMUUN WA QAALALLAHU TA’AALAA FIL QUR’AANIL KARIM AUDZUBILLAAHIMINA SY SYAITOON NIRROJIIM, BISMILLAAHIR RAHMAANIR RAHIM

•                               

Jamaah Jum’at rahimakullah.
Terlebih dahulu tentunya segenap puji dan syukur kita himpun dan kembalikan kehadirat Allah SWT diiringi dengan menyampaikan ucapan shalawat dan salam untuk junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW sebagai imam dan ikutan kita dalam mendayung bahtera kehidupan kita guna mencapai sa’adah dunia dan akhirat.
Pada kesempatan kali ini tak lupa khatib wasiatkan kepada diri khatib pribadi dan jama’ah semuanya, marilah kita untuk terus meningkatkan kualitas iman dan taqwa kita kepada Allah SWT, karena iman dan taqwa adalah sebaik-baik bekal untuk menuju kehidupan di akhirat kelak.
Adapun judul Khutbah kita pada hari ini adalah

ISLAM AGAMA YANG BENAR
Ma’asyirol Muslimin rahimakumullah.
Krisis yang terjadi di Indonesia beberapa tahun yang lalu sampai saat ini, bukan saja krisis moneter tapi juga krisis kepercayaan terhadap agama Islam oleh penganutnya sendiri. Ini terbukti dengan gaya hidup mereka yang dilihat secara lahiriyah masih ada saja kesamaan dengan gaya hidup orang-orang yang nonMuslim. Misalnya saat sekarang ini kita sering melihat kaum wanita di jalan-jalan, sulit dibedakan antara seorang muslimah dengan non-muslimah, sebab rambut sama-sama terlihat, betis sama-sama terbuka, sama-sama menor dalam bersolek bahkan sama-sama berpakaian ketat. Yang mana semuanya dilarang dalam Islam.
Kaum muslimin yang berbahagia.
Boleh jadi semua itu akibat ketidaktahuan atau ketidak fahaman. Namun ketidak tahuan itu adalah akibat bahwa kebanyakan kaum muslimin telah kehilangan kepercayaan terhadap Islam, sehingga mereka cenderung mengabaikan ajaran-ajarannya. Mempelajari ilmu-ilmu Islam dianggap ketinggalan jaman. Banyak orang Islam, bahkan kalangan akademik yang beranggapan mempelajari ilmu-ilmu Islam tanpa dicampur dengan teori-teori ilmu barat, ini merupakan suatu kemunduran. Tidak sesuai dengan perkembangan jaman dan seterusnya.
Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, pasti mengimani dan meyakini bahwa hanya Islam sajalah yang terbaik dan benar, sebagai pedoman beribadah dan pedoman hidup didunia. Sebab ia meyakini bahwa segala yang dikatakan Allah dan RasulNya pasti benar dan baik.
Hal ini berkaitan dengan ayat yang khatib bacakan di awal khutbah tadi, dalam hal ini Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan bahwa ayat tersebut merupakan berita dari Allah Subhannahu wa Ta'ala bahwa tidak ada agama apapun yang diterima di sisi Allah, kecuali Islam. Sedangkan Islam ialah ittiba’ (mengikuti) rasul-rasul Allah yang diutus untuk tiap-tiap masa, sampai akhirnya ditutup dengan rasul terakhir Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam. Sehingga jalan menuju Allah tertutup kecuali melalui jalan Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam. Karenanya, siapa yang menghadap Allah Subhannahu wa Ta'ala setelah diutusnya Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam dengan menggunakan agama yang tidak berdasarkan syariat beliau, maka tidak akan diterima. Seperti halnya firman Allah pada ayat yang lain:
“Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) dari padanya dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (Ali Imran: 85).
Ma’asyirol Muslimin rahimakumullah.
Demikian pula pada ayat di atas Allah memberitahukan tentang pembatasan agama yang diterima di sisiNya, hanyalah Islam. Dengan kata lain, bahwa selain Islam adalah agama yang batil. Tidak akan membawa kebaikan dunia dan tidak pula akhirat. Sebab agama selain Islam, tidak diakui dan tidak dibenarkan oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala sebagai pedoman, baik dalam hal ibadah maupun mu’amalah-mu’amalah duniawi.
Dalam kaitannya dengan hal ini seorang tokoh ulama’ dari Yordania yaitu Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid mengatakan dalam kitabnya Ilmu Usulil Bida’ bahwa ayat yang mulia ini membuktikan betapa syariat Islam telah sempurna dan betapa syariat itu telah cukup untuk memenuhi segala kebutuhan makhluk, jin dan manusia dalam melaksanakan yaitu ibadah.
Artinya kebenaran Islam adalah kebenaran paripurna, kebenaran menyeluruh dan merupakan kebenaran yang betul-betul merupakan nikmat Allah yang luar biasa. Betapa tidak, sebab apapun kebutuhan manusia dalam rangka pengabdian dan peribadatannya kepada penciptanya sudah tertuang dan tercukupi dalam Islam. Sesungguhnya manusia tidak membutuhkan lagi petunjuk-petunjuk lain, kecuali Islam.
Kaum Muslimin jamaah Jum’ah yang berbahagia.
Kesempuranaan Islam adalah kesempurnaan yang meliputi segala aspek, untuk tujuan kebahagiaan masa depan yang abadi dan tanpa batas. Yaitu kebahagiaan tidak saja di dunia, tetapi di akhirat juga. Karena itu mengapa orang masih ragu terhadap kebenaran dan kesempurnaan Islam? Mengapa orang masih mencari alternatif dan solusi-solusi lain?. Islam sudah cukup, tidak perlu penambahan atau pengurangan untuk melaksanakan ajaran-ajaran Islam. Kebenaran dan kesempurnaan Islam ini juga telah diakui oleh pemeluk agama lain selain Islam. Hanya saja banyak di antara mereka sendiri yang menolak, seperti disebutkan oleh Allah dalam Al-Qur’an:
“Mereka mengingkari ayat-ayat Allah, padahal diri mereka mengakui kebenarannya, lantaran kedzaliman dan kecongkakan.” (An-Naml: 14).
Dari uraian di atas, seluruh ummat Islam harus merenung ulang mengapa ia harus beragama Islam?. Bagaimana agar ia berada dalam lingkungan kebenaran?. Seorang pembaharu abad XII Hijriah, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab memberikan konsep renungan kepada kita sebagai berikut:
Pertama; Seorang muslim harus merenung dan memahami bahwa ia diciptakan, diberi rizki dan tidak dibiarkan . Itulah sebabnya Allah mengutus rasulNya ketengah-tengah manusia. Tidak lain untuk membimbing mereka. Artinya ia, hidup dan ada di muka bumi karena diciptakan Allah, ia diberi berbagai fasilllitas, rizki yang lengkap, mulai dari kebutuhan oksigen untuk bernafas sampai rumah sebagai tempat berteduh dan lain-lainnya sampai hal-hal yang di luar kesadaran manusia. Semua itu bukan untuk hal yang sia-sia.
Jamaah Jum’ah yang berbahagia.
Konsep yang kedua: Seorang muslim harus memahami bahwa Allah tidak ridha, jika dalam peribadatan kepadaNya, Dia disekutukan dengan selainNya. Sekalipun Malaikat yang dekat denganNya ataupun Nabi utusanNya, sebagaimana firmanNya:
“Dan sesungguhnya masjid-masjid adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun didalamnya disamping (menyembah) Allah.” (Al-Jin: 18)
Konsep yang ketiga: Jika sudah menjadi orang yang taat kepada Rasul Allah, dan bertauhid kepada Allah, maka konsekwensi berikutnya yang harus dipahami adalah prinsip Wala’ dan Bara’. Artinya loyalitasnya hanya diberikan kepada Allah dan RasulNya dan orang-orang yang beriman. Sebaliknya ia tidak memberikan kecintaan dan kasih sayangnya kepada siapapun yang menentang Allah dan RasulNya, sekalipun kerabat terdekatnya.
Kaum muslimin jamaah Jum’ah yang berbahagia.
Itulah hakikat Islam yang dengan ucapan singkat berarti berserah diri sepenuhnya kepada Allah dengan cara mentauhidkan-Nya; bersikap patuh terhadapNya dengan cara menjalankan ketentuan-ketentuanNya; dan bersikap membebaskan diri; mem-benci dan memusuhi kemusyrikan beserta para pendukungnya.

Barakallaahu lii walakum...

Khutbah Kedua
ALHAMDULILLAH,
ALHAMDULILLAAHI HAMDAN KATSIIRAAN THAYYIBAN MUBAARAKAN FIIHI KAMAA YUHIBBU RABBUNAA WA YURIIDHUU. WA ASYHADU AN LAA ILAAHA ILLALLAAH WAHDAHU LAA SYARIIKALAHU WA ASYHADU ANNAA MUHAMMADAN ‘ABDUHUU WA RASUULUHU SHALLALLAAHU ‘ALAIHI WA ‘ALAA AALIHII WA SHAHBIHI WA SALLAM TASLIIMAN KATSIIRAN ILAA YAUMID DIIN. AMMA BA’DU. FATTAQUULLAAHU HAQQUT TAQWAA KAMAA AMAR.

INNALLAAHA WA MALAAIKATAHUU YUSHALLUUUNA ‘ALAN NABII YAA AYYUHAL LADZIINA ‘AAMANUU SHALLUU ‘ALAIHI WA SALLIIMU TASLIIMAA. ALLAAHUMMA SHALLI WA SALLIM WA BAARIK ‘ALAA ‘ABDUKAA  YA RUSUULIKAA MUHAMMAD. WA ARIDHALLAAHUMMA ‘AN KHULAFAA-UR RAASYIDIIN ABI BAKRI WA ‘UMAARA WA ‘UTSMAANA WA ‘ALII WA ‘AN SYAA-IRIL AALI WASH SHAHAABATI AJMA’IIN WAT TAABI’IINA WAT TAABI’IT TAABI’IINA WA MAN TABI’AHUM BI IHSAANIN ILAA YAUMID DIIN WA ‘ALAINA MA’AHUM BIRAHMATIKA YAA ARHAMAR RAAHIMIIN.

ALLAHUMMAGH FIR LIL MU’MINIINA WAL MU’MINAAT WAL MUSLIMIINA WAL MUSLIMAAT AL-AHYAA-I MINHUM WAL AMWAAT INNAKAS SAMII’UN QARIIBUN MUJIIBUD DA’WAT. ROBBANA LAA TUAKHIZNAA INNA SIINAA AU AKHTOKNAA ROBBANA WALA TAHMIL ‘ALAINAA ISHRONN KAMA HAMALTAHU ‘ALAL LADZIINA MINKOB’LINAA, ROBBANA WALA TUHAMMILNAA MAA LA THOO KOTALANAA BIH, WA’FUANNAA, WAGHFIRLANAA, WARHAMNAA, ANTA MAU LAANAA FAN SHURNAA ‘ALAL QOWMIL KAAFIRIIN. RABBANAA AATINAA FID DUN-YAA HASANAH WA FILL AAKHIRAATI HASANAH WA QINAA ‘ADZAABAN NAAR.

‘IBAADALLAH, INNALLAAHA YA-MURUU BIL ‘ADLI WAL IHSAAN WA IITAA-I DZIL QURBAA WA YANHAA ‘ANIL FAHSYAA-I WAL MUNKARI WAL BAGHYI YAIZHZHUKUM LA’ALLAKUM TADZAKKARUUN FADZKURULLAAHA ‘AZHIIMI WA YADZKURKUM FASTAGHFIRULLAAHA YASTAJIB LAKUM WASYKURUUHU ‘ALAA NI’MATIL LATII WA LADZIKRULLAAHU AKBARU
WA AQIIMISH SHALAH.

Jumat, 28 Juni 2013

Makalah Fiqh tentang Mawaris


KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga dengan hal itu penulis telah dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Shalawat beserta salam kita ucapkan untuk junjungan kita nabi Muhammad SAW yang telah mengantarkan umat manusia ke jalan yang diridhai Allah.
Kami sadar bahwa dalam penulisan makalah ini masih sangat sederhana, namun harapan kami tidak mengurangi minat pembaca untuk membaca makalah kami ini. Penulisan makalah ini dapat diselesaikan atas usaha keras kami dalam mencari dan mengumpulkan berbagai sumber, yang kebetulan perputakaan Institut kita pada saat pembuatan makalah ini belum berjalan seperti yang kita harapkan. Disamping itu, kami juga mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pembimbing yang telah memberikan arahan dan masukan kepada kami serta teman-teman kami.
Selanjutnya, walaupun makalah ini telah dapat diselesaikan dengan baik, akan tetapi sangat banyak sekali kekurangan dan kelemahan didalamnya yang kami rasakan. Oleh sebab itu, kami sangat berharap kepada Dosen pembimbing agar memberikan sumbangsih pemikirannya dalam bentuk koreksi, kritik dan saran demi kesempurnaan tugas ini dan begitu juga tugas-tugas yang lainnya untuk masa-masa yang akan datang. Dengan demikian setiap tugas yang Bapak/Ibu berikan akan selalu sesuai dengan ketentuan yang telah dijelaskan dalam perkuliahan.
Padang, 30 Maret 2013


Penulis
  

DAFTAR ISI
Kata pengantar................................................................................................. i
Daftar isi........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
A.      Latar Belakang.......................................................................................... 1
B.       Rumusan Masalah...................................................................................... 1
C.       Maksud dan Tujuan................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN............................................................................... 2
A.      Pengertian Mawaris................................................................................... 2
B.       Dasar Hukum Mawaris.............................................................................. 3
C.       Istilah-istilah dalam Mawaris..................................................................... 6
D.      Rukun dan Syarat Mawaris....................................................................... 6
BAB III PENUTUP....................................................................................... 9
A.      Kesimpulan................................................................................................ 9
B.       Saran.......................................................................................................... 9
Daftar Pustaka.................................................................................................. 10

BAB I
PENDAHULUAN
      A.    Latar Belakang
Mawaris memegang peranan yang penting dalam kehidupan manusia, sebab mawaris pada jaman Arab jahiliyah sebelum islam datang membagi harta warisan kepada orang laki-laki dewasa sedangkan kaum perempuan dan anak-anak yang belum dewasa tidak mendapatkan bagian.
Dapat dikembangkan bahwa orang yang memiliki pertalian darah, perkawinan yang sah baik itu suami/istri, anak laki-laki maupun perempuan bisa mendapatkan warisan. Hal ini yang menimbulkan permasalahan dimana kebanyak orang memiliki anak laki untuk mendapatkan warisan seperti jaman jahiliyah sebelum masuknya islam. Hal ini diakibatkan kurangnya pengetahuan mengenai mewarisi.
Oleh karena itu kita harus mengerti dan paham masalah waris mewarisi, hak waris dan lain-lain agar dapat kita terapkan di dalam keluarga.
      B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud Mawaris ?
2.      Apa dasar hukum Mawaris ?
3.      Apa saja istilah-istilah dalam Mawaris ?
4.      Apa saja rukun dan syarat-syarat Mawaris ?
      C.    Maksud dan Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian Mawaris.
2.      Untuk mengetahui dasar hukum Mawaris.
3.      Untuk mengetahui istilah-istilah dalam Mawaris.
4.      Untuk Mengetahui rukun dan syarat Mawaris.






BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Mawaris
Hukum kewarisan Islam mengatur peralihan harta dari seseorang yang telah meninggal kepada yang masih hidup. Proses peralihan harta kekayaan dari yang meninggal kepada yang masih hidup inilah yang diatur oleh Hukum Kewarisan Islam/Ilmu Faraidh.
Lafaz al-Faraidh (الفرائض), sebagai jamak dari lafaz faridhah (فريضة), oleh ulama diartikan bagian yang telah dipastikan atau ditentukan kadarnya. Diartikan demikian, karena saham-saham yang telah dipastikan kadarnya dapat mengalahkan saham-saham yang belum dipastikan kadarnya.[1] Lafaz al-Mawarits (الموا ريث) merupakan jamak dari lafaz mirats (ميراث). Maksudnya adalah :
التِّرْكَةُ الَّتِيْ خَلَفَهَا الْمَيِّتُ وَوَزَثَهَا غَيْرُهُ.
Harta peniggalan yang ditinggalkan oleh si mati dan diwarisi oleh yang lainnya (ahli waris).
Muhammad al-Syarbiny mendefenisikan ilmu Faraidh sebagai berikut :
عِلْمٌ يُعْرَفُ بِهِ مَنْ يَرِثُ وَمَنْ لَايَرِثُ وَمِقْدَارُ كُلُّ وَارِثٍ وَكَيْفِيَةُ التَّوزِيْعِ.
Ilmu yang mempelajari tentang siapa yang mendapatkan warisan dan siapa yang tidak mendapatkannya, kadar yang diterima oleh tiap-tiap ahli waris, dan cara pembagiannya.
Muhammad Muhyidin Abdul Hamid mendefenisikan sebagai berikut :
الْعِلْمُ الْمَوَصِّلُ إِلَى مَعْرِفَةِ قَدْرِ مَا يَجِبُ بِكُلِّ ذِيْ حَقُّ مِنَ التِّرْكَةِ.
Ilmu yang membahas tentang kadar (bagian) dari harta peniggalan bagi setiap orang yang berhak menerimanya (ahli waris).
Dari defenisi diatas, dapat disimpulkan bahwa Mawaris adalah adalah ilmu yang membicarakan hal tentang pemindahan harta peniggalan dari seseorang yang meninggal dunia kepada yang masih hidup, baik mengenai harta yang ditinggalkannya, orang-orang yang berhak menerima harta peniggalan tersebut, bagian masing-masing ahli waris, maupun cara penyelesaian pembagian harta peniggalan itu.
B.     Dasar Hukum Mawaris
1.      Al-Qur’an
Ayat-ayat Al-Qur’an mengenai pembagian harta peniggalan telah terperinci dengan baik dan dengan sistematika hukum yang kuat. Hampir semua persoalan kewarisan telah dapat diselesaikan dengan ayat-ayat Al-Qur’an. Berikut Ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan masalah kewarisan baik secara langsung maupun tidak di dalam al-Qur’an dapat dijumpai dalam bebrapa surat dan ayat, yaitu :
1.      Q.S. An Nisaa' ayat 33
9e@à6Ï9ur $oYù=yèy_ uÍ<ºuqtB $£JÏB x8ts? Èb#t$Î!ºuqø9$# šcqç/tø%F{$#ur 4 tûïÏ%©!$#ur ôNys)tã öNà6ãZ»yJ÷ƒr& öNèdqè?$t«sù öNåkz:ÅÁtR 4 ¨bÎ) ©!$# tb%Ÿ2 4n?tã Èe@à2 &äóÓx« #´Îgx© ÇÌÌÈ  
Artinya : “Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu bapak dan karib kerabat, Kami jadikan pewaris-pewarisnya. dan (jika ada) orang-orang yang kamu telah bersumpah setia dengan mereka, Maka berilah kepada mereka bahagiannya. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu.”
2.      Q.S. Al Anfaal ayat 75
tûïÏ%©!$#ur (#qãZtB#uä -ÆÏB ß÷èt/ (#rãy_$ydur (#rßyg»y_ur öNä3yètB y7Í´¯»s9'ré'sù óOä3ZÏB 4 (#qä9'ré&ur ÏQ%tnöF{$# öNåkÝÕ÷èt/ 4n<÷rr& <Ù÷èt7Î/ Îû É=»tFÏ. «!$# 3 ¨bÎ) ©!$# Èe@ä3Î/ >äóÓx« 7LìÎ=tæ ÇÐÎÈ  
Artinya : “Dan orang-orang yang beriman sesudah itu kemudian berhijrah serta berjihad bersamamu Maka orang-orang itu Termasuk golonganmu (juga)[2]. Orang-orang yang mempunyai hubungan Kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”
Maksudnya ayat diatas adalah yang Jadi dasar waris mewarisi dalam Islam ialah hubungan kerabat, bukan hubungan persaudaraan keagamaan sebagaimana yang terjadi antara muhajirin dan anshar pada permulaan Islam.
3.      Q.S. Al Ahzab ayat 6
ÓÉ<¨Z9$# 4n<÷rr& šúüÏZÏB÷sßJø9$$Î/ ô`ÏB öNÍkŦàÿRr& ( ÿ¼çmã_ºurør&ur öNåkçJ»yg¨Bé& 3 (#qä9'ré&ur ÏQ%tnöF{$# öNåkÝÕ÷èt/ 4n<÷rr& <Ù÷èt7Î/ Îû É=»tFÅ2 «!$# z`ÏB šúüÏZÏB÷sßJø9$# tûï̍Éf»ygßJø9$#ur HwÎ) br& (#þqè=yèøÿs? #n<Î) Nä3ͬ!$uŠÏ9÷rr& $]ùrã÷è¨B 4 šc%Ÿ2 y7Ï9ºsŒ Îû É=»tGÅ6ø9$# #YqäÜó¡tB ÇÏÈ  
Artinya : “Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri[1200] dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka. dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris-mewarisi) di dalam kitab Allah daripada orang-orang mukmim dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu berbuat baik[1201] kepada saudara-saudaramu (seagama). adalah yang demikian itu telah tertulis di dalam kitab (Allah).”[3]
4.      Q.S. An Nisaa' ayat 7
ÉA%y`Ìh=Ïj9 Ò=ŠÅÁtR $£JÏiB x8ts? Èb#t$Î!ºuqø9$# tbqç/tø%F{$#ur Ïä!$|¡ÏiY=Ï9ur Ò=ŠÅÁtR $£JÏiB x8ts? Èb#t$Î!ºuqø9$# šcqç/tø%F{$#ur $£JÏB ¨@s% çm÷ZÏB ÷rr& uŽèYx. 4 $Y7ŠÅÁtR $ZÊrãøÿ¨B ÇÐÈ
Artinya : “Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.”
Ayat-ayat lain yang berhubungan dengan kewarisan adalah al-Baqarah 180, An-Nisa’ 8, 9, 11, dan 12.
2.      Hadis
اِقْسِمُوا الْمَالَ بَيْنَ أَهْلِ الْفَرَائِضِ عَلَى كِتَابِ الله، فَمَا تَرَكَتِ الْفَرَائِضُ فَلِأَوْلَى رَجُلٍ ذَكَرٍ
“Bagikanlah harta waris itu diantara ashhabul furudh (terlebih dahulu) sesuai dengan apa yang terdapat dalam Kitabullah, kemudian apa yang disisakan oleh ashhabul furudh adalah untuk lelaki yang terkuat (dari kalangan ‘ashabah.).” (HR. Al-Bukhari).
Rasulullah juga bersabda :
حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ عَيَّاشٍ حَدَّثَنَا شُرَحْبِيلُ بْنُ مُسْلِمٍ الْخَوْلَانِيُّ سَمِعْتُ أَبَا أُمَامَةَ الْبَاهِلِيَّ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ فِي خُطْبَتِهِ عَامَ حِجَّةِ الْوَدَاعِ إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَعْطَى كُلَّ ذِي حَقٍّ حَقَّهُ فَلَا وَصِيَّةَ لِوَارِثٍ
“Telah menceritakan kepada kami Hisyam bin 'Ammar; telah menceritakan kepada kami Isma'il bin 'Ayyasy; telah menceritakan kepada kami Syurahbil bin Muslim Al Khaulani, aku mendengar Abu Umamah Al Bahili, ia berkata; "Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda pada saat khutbah haji wada': 'Sesungguhnya Allah telah memberi masing-masing orang haknya, maka tidak ada harta wasiat bagi ahli waris.'" (HR. Ibnu Majah).
3.      Ijtihad
Meskipun Al-Quran dan Sunnah Rasul telah memberi ketentuan terperinci tentang pembagian harta warisan, tetapi dalam beberapa hal masih diperlukan adanya ijtihad, yaitu terhadap hal-hal yang tidak ditentukan dalam kedua sumber hukum tersebut.[4] Misalnya mengenai bagian warisan orang banci, harta warisan yang tidak habis terbagi kepada siapa sisanya diberikan, bagian ibu apabila hanya bersama-sama dengan ayah dan duda atau janda.
Hukum Mempelajari Ilmu Mawaris
Faraidh adalah istilah lain dari ilmu mawaris dan memepelajarinya merupakan fardhu kifayah. Harus ada diantara muslimin yang memepeljari dan menguasai ilmunya. Umat Islam wajib mengetahui tentang ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Allah SWT dalam hal yang berkaitan dengan ilmu Faraidh atau ilmu mawaris tersebut. Rasulullah saw bersabda:
اقسموا المال بين اهل الفرئض على كتاب الله
"Bagilah harta benda diantara ahli-ahli waris menurut kitabullah (HR. Muslim dan Abu Daud)
Rasulullah juga pernah bersabda:
تعلموا الفرائض وعلموها الناس فإنه نصف العلم وهو ينسى وهو اول شئ ينزع من امتى
"Pelajarilah Faraidh dan ajarkanlah kepada manusia karena dia adalah separuh ilmu dan dia mudah dilupakan orang dan dia adalah sesuatu yang akan dicabut pertama kali dari umatku. (HR, Ibnu Majah dan Daruqhutni).[5]
C.    Istilah-istilah dalam Mawaris
Ada beberapa istilah penting yang sering dipakai dalam pembahasan Mawaris, diantaranya :
1.      Fardh, yaitu bagian atau jatah yang telah ditetapkan berdasarkan syari’at.
2.      Ash-haabul Furudh, yaitu golongan yang pertama kali/golongan yang paling berhak mendapatkan warisan.
3.      ‘Ashabah, yaitu pewaris harta yang dalam Al-Qur’an tidak ditetapkan bagiannya secara khusus dengan jumlah tertentu.
4.      Waarits, yaitu ahli waris ialah setiap yang berhak menerima harta warisan baik dari Ash-haabul Furudh maupun ‘Ashabah.
5.      Miraats, yaitu berpindahnyan hak kepemilikan dari orang yang meninggal kepada ahli warisnya yang masih hidup.
6.      Tirkah, yaitu segala sesuatu yang ditinggalkan pewaris untuk ahli waris berupa harta warisan, yang biasanya juga disebut dengan miraats.
7.      Ashl, yaitu bentuk jamaknya ushuul, yaitu bapak, ibu, kakek, nenek, dan seterusnya.
8.      Far’, yaitu ialah anak dan seterusnya.
9.      Hawaasyi, yaitu cabang dari Ashl, seperti saudara laki-laki, saudara perempuan atau saudara perempuan dari mayit atau anak saudaranya.
10.  Kalaalah, yaitu mayit yang tidak punya anak dan bapak.[6]
D.    Rukun dan Syarat-syarat Mawaris
Untuk terjadinya pewarisan, diperlukan tiga rukun, yaitu sebagaimana ditulis oleh Sayid Sabiq :
أ‌.        الْوَارِثُ : وَهُوَالَّذِىْ يَنْتَمِى إِلَى الْمَيِّتِ بِسَبَبٍ مِنْ أَسْبَابِ الْمِيْرَاثِ.
ب‌.  الْمُوَرِّثُ : وَهُوَ الْمَيِّتُ حَقِيْقَةً أَوْحُكْمًا مِثْلُ الْمَفْقُوْدِ الَّذِيْ حُكِمَ بِمَوْتِهِ.
ت‌.  الْمَوْرُوْثُ : وَيُسَمَّى تِرْكَةً وَمِيْرَاثٍا، وَهُوَالَّمَالُ أَوِالْحَقُّ الْمَنْقُوْلَ مِنْ اْلمُوَرِّثِ إلَى الْوَارِثِ.
1.      Ahli waris, yaitu orang yang dihubungkan kepada si mati dengan salah satu sebab-sebab pewarisan.
2.      Pewaris, yaitu si mati, baik mati haqiqi maupun hukum, seperti yang telah hilang, yang oleh hakim dinyatakan telah meninggal dunia.
3.      Warisan, dinamakan juga dengan tirkah atau mirats, yaitu harta atau hak berpindah dari si pewaris kepada ahli waris.
Ketiga rukun diatas berkaitan antara satu dengan lainnya. Ketiganya harus ada dalam setiap pewarisan. Dengan kata lain, pewarisan tidak mungkin terjadi manakala salah satu di antara ketiga unsur di atas tidak ada.
Sebagaimana rukun pewarisan, syarat pewarisan pun ada tiga, yaitu :
أ‌.        مَوْتُ الْمُوَرِّثُ حَقِيْقَةً أَوْمَوْتُهُ حُكْمًا كَأَنْ يَحْكُمَ الْقَاضِي بِمَوْتِ الْمَفْقُوْدِ.
ب‌.  حَيَاةُ الْوَارِثِ بَعْدَ مَوْتِ الْمُوَرِّثِ وَلَوْ حُكْمًا كَالْحَمْلِ.
ت‌.  اَلَا يُوْجَدُ مَانِعُ مِنْ مَوَانِع الْإِرْثِ.
      1.      Meninggalnya pewaris dengan sebenarnya maupun secara hukum, seperti keputusan hakim atas kematian orang mafqud (hilang).
      2.      Hidupnya ahli waris setelah kematian si pewaris, walaupun secara hukum seperti anak dalam kandungan.
      3.      Tidak adanya salah satu penghalang dari penghalang-penghalang pewarisan.[7]
Mengenai syarat-syarat pewarisan ini, Yusuf Musa membaginya ke dalam syarat ‘ammah, bil-Zaujiyah, dan bil-Wala’. Ia mengemukakan sebagai berikut :
      1.      Syarat ‘ammah
Syarat ini hanya ada dua: Kepastian matinya si pewaris, atau dianggap mati, seperti orang hilang dinyatakan mati oleh keputusan hakim; dan kepastian hidupnya ahli waris, atau diperhitungkan hidup sperti anak dalam kandungan yang dilahirkan dalam keadaan hidup, dan dinyatakan sudah ada, sekalipun masih berupa nutfah pada saat matinya si pewaris.
      2.      Syarat bil-Zaujiyah
Pertama, hendaklah perkawinan itu sah; maka bagi perkawinan yang bathil dan fasid (rusak) tidak ada ketentuan untuk mendapat warisan. Salah satu pasangan perkawinan itu mendapat harta warisan, selama sebelum terjadi perceraian antara keduanya sampai ada salah seorangnya yang mati. Demikian juga harta warisan itu tidak bisa diperoleh jika masih belum diketahui fasid (rusak)-nya perkawinan, kecuali bila sudah terjadi persebadanan.
Kedua, masih ada ikatan perkawinan pada saat matinya salah satu pasangan perkawinan tersebut. Atau kalaupun sudah bercerai, perceraiannya itu merupakan thalak ruju’ dan pada saat si wanita masih dalam keadaan ’iddah.
3.      Syarat bil-Wala’
Syarat mendapatkan warisan dengan jalan ini ialah jika tidak ada ahli waris lain, kecuali orang yang memerdekakan budak tersebut (sebagai ahli waris tunggal), tidak ada ahli waris karena sebab perkawinan, kekerabatan atau ahli waris dari kelompok dzawil arham sekalipun sebagaimana yang ditetapkan Kitab Undang-undang Hukum Warisan.[8]


BAB III
PENUTUP
      A.    Kesimpulan
Mawaris adalah adalah ilmu yang membicarakan hal tentang pemindahan harta peniggalan dari seseorang yang meninggal dunia kepada yang masih hidup, baik mengenai harta yang ditinggalkannya, orang-orang yang berhak menerima harta peniggalan tersebut, bagian masing-masing ahli waris, maupun cara penyelesaian pembagian harta peniggalan itu.
Kedudukan ilmu Mawaris dalam agama Islam mempunyai kedudukan yang sangat penting, karena dengan membagi harta warisan secara benar maka salah satu urusan hak adami manusia bisa terselesaikan dengan baik. Hal itulah yang menyebabkan ilmu Mawaris mempunyai kedudukan yang sangat penting, sehingga al-Qur’an menjelaskan perkara Mawaris secara terperinci.
      B.     Saran
Dalam pembuatan makalah ini apabila ada keterangan yang kurang bisa dipahami, mohon maaf yang sebesar-besarnya dan kami sangat berterimakasih apabila ada saran/kritik yang bersifat membangun sebagai penyempurna dari makalah ini.

Daftar Pustaka
Akhmad., Salimi. Fiqh Mawaris Hukum Kewarisan Islam. Jakarta : Gaya Media
Pratama.1997.
Suhrawardi dan Simanjuntak, Komis. Hukum Waris Islam [Lengkap & Praktis].
Jakarta : Sinar Grafika. 2004.
Syarifuddin., Amir. Hukum Kewarisan Islam.
Thalib., Sajuti. Hukum Kewarisan Islam di Indonesia. Jakarta : PT. Bina Aksara.
1984.



[1] Syarifuddin., Amir. Hukum Kewarisan Islam. hal. 5
[2] Thalib., Sajuti. Hukum Kewarisan Islam di Indonesia. (Jakarta : PT. Bina Aksara. 1984). hal. 46
[3] Ibid. hal 22
[4] Thalib., Sajuti., op.cit.,  hal. 4
[5] Ibid. hal. 5
[6] Akhmad., Salimi. Fiqh Mawaris Hukum Kewarisan Islam. (Jakarta : Gaya Media Pratama.1997). hal. 23
[7] Ibid. hal. 24
[8] Ibid. hal. 27